Mapasilaga Tedong, Tradisi Menghormati Orang Yang Sudah Meninggal Tana Toraja Dengan Adu Kerbau

Walaupun tergolong upacara adat yang membutuhkan biaya yang sangat besar, tradisi Mapasilaga Tedong merupakan tradisi yang sudah mengakar dengan kuat di Tana Toraja..



Tana Toraja memiliki tradisi unik lainnya untuk menghormati orang yang sudah lama meninggal. Karena selain tradisi Ma’nene terdapat juga tradisi Mapasilaga Tedong yang merupakan tradisi adu kerbau. Tradisi ini menjadi daya tarik sendiri bagi wilayah Tana Toraja yang dapat menarik banyak wisatawan asing atau domestik untuk berkunjung ke Tana Toraja. Dan biasanya tradisi ini dilakukan pada saat upacara pemakaman orang yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

4 Alasan Kenapa Banyak Tempat Bersejarah Yang Angker



Sangat banyak tempat- tempat yang memiliki nilai sejarah yang ada di Indonesia. Banyaknya tempat bersejarah yang ada di Indonesia ini seakan- akan menjadi bukti bahwa Indonesia memang adalah sebuah negara dengan sejarah yang besar. Namun dari banyaknya tempat sejarah yang dapat membuktikan hal itu, ternyata banyak juga juga tempat bersejarah yang dijauhi oleh masyarakat karena keangkerannya. Beberapa alasan pun muncul kenapa tempat bersejarah tersebut menjadi tempat yang angker atau mengerikan. Dan biasanya alasan- alasan tersebut terkait erat dengan cerita rakyat atau legenda masyarakat setempat.
Berikut adalah beberapa alasan yang berhasil sayanusantara.blogspot.co.id rangkum terkait alasan dibalik banyaknya tempat bersejarah yang angker.

1.       Vandalisme
Alasan banyaknya tempat bersejarah yang angker sangat terkait dengan kemanan dari tempat tersebut. Dan salah satu keamanan yang dikuatirkan dapat merusak tempat bersejarah yang ada di Indonesia adalah Vandalisme. Vandalisme bisa dikatakan sebuah kejahatan yang dilakukan seseorang atau kelompok pada fasilitas- fasilitas umum yang mengakibatkan fasilitas tersebut rusak atau tidak lagi berfungsi seperti seharusya. Dan salah satu jenis vandalisme yang sering dilakukan adalah coret- coret.
Tradisi coret- coret sudah lama membudaya di bumi Indonesia dengan maksud menekankan sebuah pernyataan atau eksistensi dari seseorang atau kelompok. Hal ini sangat sering dijumpai di tembok tepi jalan ataupun di tempat- tempat umum terbuka yang banyak dikunjungi orang. Dan bagaimana pendapat kalian jika ditempat- tempat yang memiliki nilai sejarah yang besar tapi dicoret- coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab?
Vandalisme selain berupa coret- coret juga bisa berupa pengerusakan atau pencurian. Pengerusakan atau pencurian jika terjadi pada tempat bersejarah pasti akan sangat meresahkan. Apalagi yang dirusak atau di curi adalah barang- barang bersejarah dan dianggap suci oleh masyarakat. Jika hal ini terjadi maka dapat dikatakan bahwa mereka yang melakukan vandalisme pada tempat- tempat bersejarah adalah orang yang tidak peduli dengan masa lalu dari ibu pertiwinya dan tidak peduli akan keberlangsungan negaranya sendiri. Untuk menghindari vandalisme inilah, banyak tempat bersejarah yang dijadikan tempat yang angker agar tidak banyak di kunjungi oleh orang- orang yang selalu memiliki kemungkinan untuk melakukan vandalisme.
Ilustrasi. Sumber: rakyatsulsel.com
   2.     Suci
Ada persamaan dari banyaknya tempat angker yang ada di Indonesia. Yaitu tua, besar, dan tragedi kemanusiaan. Entah tempat tersebut adalah berupa bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan, pohon besar yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun, hingga tempat- tempat mata air. Salah satu alasan dari penempatan kata ‘angker’ pada tempat tersebut karena tempat tersebut memiliki nilai filosofis tersendiri bagi masyarakat setempat. Bahkan tidak jarang banyak pula tempat- tempat tersebut dianggap suci oleh masyarakat sehingga untuk beberapa waktu sesekali ditempatkan sesaji ditempat tersebut sebagai bukti penghormatan.
Tempat tersebut dijadikan ‘angker’ karena dianggap sebagai tempat yang mengingatkan masyarakat akan sesuatu yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Dan jika tempat tersebut dirusak, maka sudah pasti keyakinan mereka pun ikut terguncang karena benda yang memiliki nilai kehidupan bagi mereka telah dirusak.
Jika dilihat pada masa lalu, banyak kisah dalam sejarah kontemporer yang menyatakan bahwa masyarakat tanah Nusantara adalah tipe masyarakat dengan aliran kepercayaan animisme yang menyembah gunung atau pohon. Setidaknya sampai paham- paham keagamaan yang sekarang ada muncul pada waktu itu. Namun jika diteliti lebih jauh alasan nenek moyang bangsa Nusantara menyembah gunung atau pohon atau hal lainnya, adalah karena benda- benda tersebut dianggap suci bagi mereka sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Gunung dan pohon sebenarnya bukanlah dijadikan Tuhan oleh mereka sehingga mereka menyembah benda- benda itu. Karena pada dasarnya mereka meyakini bahwa gunung dan pohon adalah sebuah benda yang diciptakan oleh Tuhan. Keyakinan ini bisa terlihat dari keyakinan aliran kepercayaan tradisional yang masih ada di Indonesia. Dan gunung atau pohon dijadikan sebagai simbol dari Tuhan yang maha besar.
Hal ini terlihat dari teknis mereka saat menyembah, karena yang mereka sembah pasti adalah gunung atau pohon- pohon yang besar dan berusia tua. Hal ini karena mereka menganggap bahwa benda- benda yang besar tersebut dianggap memiliki kekuatan dan dapat memantau kehidupan mereka disetiap waktunya sehingga mereka memiliki kesadaran tersendiri untuk terus mengingat ajaran nenek moyang untuk terus berbuat kebaikan karena mereka merasa terus dipantau oleh Tuhan yang disimbolkan sebagai gunung dan pohon besar. Kemanapun mekere pergi atau apapun yang mereka lakukan, mereka selalu dapat melihat gunung dan pohon besar. Itulah kenapa mereka selalu merasa di pantau oleh Tuhan.
Ilustrasi. Sumber: kesiniaja.com
Benda- benda yang besar tersebut di sembah oleh masyarakat Nusantara masa lampau karena mereka meyakini bahwa jika Tuhan yang menciptakan alam semesta, maka mereka pasti akan menemukan Tuhan pada alam semesta. Itulah kenapa banyak kelompok- kelompok masyarakat yang masih memegang erat keyakinan nenek moyang mereka memilih tinggal menyatu dengan alam dipedalaman dibanding di daerah perkotaan.

3.       Pelestarian
Selain menghindarkan dari pengerusakan akibat vandalisme, tempat- tempat bersejarah dijadikan tempat yang angker bagi masyarakat biasanya bertujuan untuk melesarikan tempat tersebut. Pelestarian termasuk salah satu hal penting dari keberlangsungan tempat sejarah karena dengan begitu tempat yang bersejarah tersebut masih dapat di jumpai oleh generasi selanjutnya.
Pelestarian tidak hanya dilakukan oleh tempat bersejarah yang berada di tempat terbuka, tapi juga tempat- tempat terpencil. Karena tentu sangat banyak tempat bersejarah di Indonesia yang letaknya berada di tengah hutan atau diatas gunung. Dan untuk menjadikan tempat tersebut selalu terjaga dan lestari, dijadikanlah tempat tersebut menjadi tempat yang angker. Hal ini biasa dibuktikan dari banyaknya gunung- gunung di Indonesia yang dijadikan angker oleh masyarakat setempat. Dijadikannya angker gunung tersebut, selain untuk melestarikan tempat bersejarah yang ada juga sebagai sarana untuk melindungi ekosistem kehidupan flora dan fauna yang ada di sekitar tempat bersejarah tersebut.

4.       Tempat Penelitian
Fungsi dari tempat bersejarah adalah untuk mempelajari sejarah yang tercatat di tempat tersebut. Karena dengan melakukan penelitian kita bisa mengetahui kenapa tempat tersebut dibangun, kenapa memilih lokasi sepeti itu atau tujuan dari dibangunnya tempat tersebut. Semua itu dapat diketahui jika kita melakukan penelitian terhadap tempat tersebut.
Semua orang pasti setuju jika sejarah yang ada sekarang berdasarkan pada penelitian para peneliti terhadap situs- situs peninggalan bersejarah. Entah situs itu berupa candi- candi ataupun berupa gua- gua yang dijadikan tempat bersemadi para orang terdahulu. Dan semua penelitian yang diusahakan untuk memecahkan misteri dari kebudayaan nenek moyang tidak akan dapat mencapai hasil maksimal jika tempat bersejarah tersebut rusak.
Situs Trowulan. Salah satu tempat bersejarah yang dijadikan tempat penelitian
(Sumber Gambar: yukwisatadora.blogspot.com)
Untuk itulah banyak tempat bersejarah dilindungi dengan kata angker, yaitu untuk menghalau bebagai macam tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab yang dapat merusak tempat bersejarah tersebut. Dan jika tempat bersejarah tersebut dirusak sudah tentu tidak akan ada rahasia masa lalu yang bisa dipelajari. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa banyak cara- cara hidup nenek moyang yang masih dipakai sampai saat ini karena dinggap mampu menyelesaikan permasalahan yang ditemui.

Itulah beberapa alasan kenapa banyak tempat bersejarah yang angker. Terlepas dari keyakinan dan kepercayaan dari masing- masing orang terhadap kata angker tersebut, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kata ‘angker’ adalah cara tradisional yang masih dipakai sampai sekarang yang ampuh untuk melindungi tempat- tempat bersejarah yang ada di bumi ibu pertiwi. Karena jika tempat bersejarah tersebut dirusak sudah pasti akan sulit pula bagi Indonesia untuk belajar dari masa lalu. Karena terkadang permasalahan yang ada sekarang hanya bisa dipecahkan jika kita dapat mengambil pelajaran dari masa yang lalu. Lindungi sejarah, lindungi Indonesia.

Salam,

Sayanusantara.blogspot.co.id

Ritual Tiwah, Cara Orang Dayak Mengantarkan Orang Meninggal

Siapa yang tidak mengenal suku Dayak? Suku ini adalah suku asli pulau Kalimantan yang memiliki budaya- budaya asli yang masih terjaga sampai saat ini. Misalnya tradisi Ritual Tiwah yang menjadi tradisi yang sudah diwariskan turun temurun oleh leluhur orang Dayak yang masih ada sampai saat ini. Ritual ini diyakini dapat menjadikan arwah orang yang sudah mati menjadi masuk surga.
Ritual Tiwah adalah sejenis upacara adat keagamaan suku Dayak dengan cara mengantarkan tulang jenazah orang yang sudah mati kesuatu tempat yang dikhususkan untuk mereka yang sudah meninggal dunia. Tempat itu dinamakan Sandung yang bentuknya menyerupai sebuah rumah kecil. Ritual ini adalah ritual yang sangat sakral bagi masyarakat Dayak karena menyangkut masalah leluhur mereka.

Cuci Negeri Maluku, Tradisi Tahunan Mengingat Warisan Nenek Moyang



Ada banyak cara yang dilakukan oleh bangsa Indoenesia untuk memberikan rasa hormat mereka terhadap nenek moyang. Mereka menganggap bahwa nenek moyang adalah sosok yang haruslah selalu diberikan tempat tersendiri bagi kehidupan. Dan salah satu cara yang dilakukan masyarakat di Maluku untuk menghormati nenek moyang mereka adalah dengan tradisi Cuci Negeri.
Negeri adalah sebutan untuk desa- desa yang ada di Maluku. Itulah sebabnya orang Maluku lebih mengenal negeri daripada desa. Karena desa disebut Negeri, maka pemimpin di tempat tersebut bukan lagi dikenal dengan kepala desa, melainkan Bapa Raja. Sedangkan tradisi Cuci Negeri adalah sebuah tradisi yang sudah turun temurun digelar oleh penduduk negeri untuk membersihkan lokasi- lokasi yang diyakini sebagai tempat mistis sejak jaman nenek moyang dahulu.
Tradisi Cuci Negeri. Sumber: Antarafoto.com
Biasanya tradisi Cuci Negeri berupa dibawanya beberapa seserahan yang berupa sirih dan pinang oleh kaum wanita. Namun tidak hanya makanan saja yang dibawa, tapi juga minuman tradisional masyarakat setempat yang dikenal dengan nama Sopi. Dan seserahan tersebut akan dibagikan kepada warga saat adat Cuci Negeri dimulai yang diikuti dengan pembacaan do’a- do’a oleh pemangku adat setempat.
Tradisi Cuci Negeri biasanya berupa kegiatan membersihkan lokasi ritual seperti sumur tua, rumah tua dan juga batu pamali milik tiga Soa yang merupakan sumber kehidupan masyarakat setempat dalam kesehariannya. Selama prosesi adat, beberapa orang biasanya meminum Sopi dan memakan sirih pinang yang merupakan lambang persekutuan adat sedangkan warga yang lainnya mengiringi proses pembersihan dengan menyanyikan lagu adat dan tabuhan tifa sampai dengan acara adat selesai.
Salah satu tujuan dari diadakannya tradisi Cuci Negeri bukan hanya berdasar kepada warisan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan juga dengan maksud untuk memelihara dan menghidupkan nilai- nilai postif yang diyakini oleh masyarakat setempat agar selalu diingat oleh generasi muda mereka. Karena selain pemeliharaan terhadap tempat bersejarah, tradisi Cuci Negeri juga tentang pesatuan, musyawarah, gotong roong, kebersihan dan toleransi diantara sesama penduduk negeri. Unsur- unsur itulah yang menjadikan upacara adat Cuci Negeri ini masih bisa bertahan sampai dengan saat ini.
Upacara Cuci Negeri masih bisa ditemui pada hari ini karena masih dipelihara dengan baik oleh masyarakat setempat dan biasanya dilakukan pada tanggal 27-29 Desember. Alasan tradisi ini dilaksanakan pada akhir tahun adalah karena menurut kepercayaan setempat, arwah leluhur biasanya kembali dari tempat- tempat peristirahatannya ke tempat dimana mereka pernah hidup.
Tradisi Cuci Negeri. Sumber: Linoambon.blogspot.com
Selain itu terdapat pula keyakinan bahwa sehabis musim timur atau musim hujan, biasanya keadaan yang diakibatkan sangat banyak. Seperti tanah longsor, banjir, rumah- rumah yang bocor, ataupun hal- hal lain yang menjadi kotor dan rusak karena musim hujan. Dan untuk membersihkan tempat- tempat yang kotor dan rusak tersebut kemudian pada pemangku adat atau datuk menyelenggarakan Cuci Negeri sebagai sarana untuk membersihkan desa akibat musim hujan.
Sekilas tradisi Cuci Negeri sangat erat kaitannya dengan kepercayaan animisme yang meyakini hal- hal gaib. Namun diluar dari itu, Cuci Negeri justeru adalah sebuah tradisi yang mengajarkan kepada generasi muda bahwa sejarah nenek moyang haruslah dirawat dan dihormati sehingga menjadi ingatan tersendiri bagi masyarakat setempat untuk terus melaksanakan ajaran yang telah diwariskannya. Selain itu, tradisi yang dilaksanakan pada akhir tahun ini juga biasa dilaksanakan sebagai sarana untuk evaluasi diri tentang apa yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya agar mudah dalam mempersiapkan tahun yang akan datang.

Referensi:

1      1. http://juliansoplanit.blogspot.co.id/2011/03/negri-soya.html
2      2. http://www.kabartimur.co.id/index.php/utama/item/6250-adat-“cuci-negeri”-naku-syarat-nuansa-budaya
3      3. http://keepo.me/pariwisata-timur-indonesia-channel/7-tradisi-masyarakat-maluku-yang-menjadi-daya-tarik-pariwisata


Tari Rentak Kudo Jambi, Kesenian Sakral Petani di Kerinci Jambi


Di Indonesia banyak tersebar aliran kepercayaan dan juga keyakinan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakatnya yang beraneka ragam. Masuknya paham agama mainstream ternyata tidak membuat masyarakat melupakan aliran kepercayaan yang diwariskan kepada mereka dari nenek moyang mereka. Salah satu sebab keyakinan- keyakinan tersebut masih tetap terjaga dengan baik sampai saat ini adalah karena keyakinan tersebut terbalut oleh sebuah karya seni yang menjadi identitas dari suatu daerah. Salah satunya adalah Tari Rentak Kudo yang berasal dari daerah Hamparan Rawang, Kerinci, Jambi.
Tari Rentak Kudo. Sumber: Budayacenters.blogspot.com
Sesuai dengan namanya, Tari Rentak Kudo adalah sebuah nama karya seni yang berupa tarian tradisional yang menghentak- hentak tanah seperti seekor kuda. Tarian ini biasanya digelar untuk merayakan hasil panen masyarakat sekitar. Namun tidak jarang pula, ketika kemarau panjang masyarakat juga menggelar Tari Rentak Kudo sebagai sarana do’a kepada Tuhan agar menurunkan hujan.
Masyarakat Kerinci adalah masyarakat yang sangat menghargai seni dan budaya yang ada didaerahnya, sehingga Tari Rentak Kudo pun memiliki makna yang sakral bagi masyarakat setempat. Karena bagi masyarakat Kerinci, Tari Rentak Kudo biasanya dipentaskan untuk melestarikan budaya pertanian dan kemakmuran masyarakat sebagai wujud tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dalam keadaan musim subur ataupun dalam musim kemarau untuk memohon berkah hujan.
Namun walaupun memiliki tujuan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, Tari Rentak Kudo termasuk tari yang memiliki nilai mistis. Tidak jarang setiap kali digelar pertunjukan Tari Rentak Kudo, penari dirasuki oleh makhluk halus dan bertingkah laku aneh. Hal inilah yang menjadikan ketika Tari Rentak Kudo digelar, harum kemenyan pun tidak jarang harum tercium disekitar tempat pengelaran.
Walaupun sudah lama menjadi keyakinan masyarakat, namun belum ada asal- usul yang dapat menjelaskan Tari Rentak Kudo ada di Kerinci. Dari banyaknya tulisan yang membahas tentang tarian ini, namun belum ada yang mampu menjelaskan tentang asal- usulnya. Hal ini terjadi karena kemungkinan sudah lamanya Tari Rentak Kudo ini ada di Kerinci sehingga belum dapat dipecahkan asal usulnya. Namun disisi lain, selain teori tentang sudah lamanya tradisi ini berkembang, terdapat pula kelalaian dari sisi manusianya yang tidak memiliki kepedulian terhadap asal usul seni tari ini sehingga seiring waktu berlalu tidak ada yang mampu memecahkannya.
Tari Rentak Kudo. Sumber: Valenciap.com
Tari Rentak Kudo yang erat kaitannya dengan tanda syukur terhadap karunia Tuhan dalam bidang pertanian, terkadang juga dipentaskan pada saat acara penikahan adat di Kerinci. Peralihan ini mungkin menjadi sebuah cara tersendiri bagi masyarakat Kerinci untuk melestarikan Tari Rentak Kudo. Karena awalnya Tari Rentak Kudo hanya dilaksanakan beberapa waktu dalam setahun kini Tari Rentak Kudo dapat sering digelar dalam waktu yang berdekatan.
Tari Rentak Kudo tidak hanya dikenal dikalangan masyarakat Kerinci di Jambi, namun juga dikenal dikalangan masyarakat Minangkabau. Secara umum gerakan tarian dari kedua tempat ini tidak jauh berbeda. Yang berbeda hanya pada saat pegelarannya saja. Karena Tari Rentak Kudo di Kerinci dipertunjukan dengan musik,  dan nyanyian yang berisi pantun- pantun tradisional sedangkan Tari Rentak Kudo di Minangkabau hanya diiringi dengan instrumen musik saja.
Diluar dari kebutuhannya, Tari Rentak Kudo adalah keyakinan yang sudah lama ada pada masyarakat Kerinci sehingga masuknya ajaran agama Mainstream tidak dapat menghilangkan keyakinan ini. Tapi setidaknya keyakinan ini mengajarkan kita akan sesuatu bahwa manusia tidaklah bisa lepas dari Tuhan dalam bentuk kehidupan apapun. Sehingga manusia harus selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Walaupun cara dekat dengan Tuhan dilakukan dengan cara yang berbeda- beda di setiap daerah, namun intinya adalah satu, bahwa kehidupan manusia sangat terikat oleh pencipta-Nya.

referensi:
1.  https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Rantak_Kudo
2. http://www.kisahkamu.info/sejarah-asal-usul-tari-rantak-kudo-berasal-dari-masyarakat-kabupaten-kerinci-jambi-yang-perlu-di-lestarikan.html




<< Sebelumnya            Selanjutnya >>

Balia Sulawesi Selatan, Mengajarkan Manusia Untuk Menghormati Alam


    Terdapat keunikan lain di Indonesia yang terkenal dengan kebudayaannya. Seperti budaya yang ada di suku Kaili, Sulawesi Tengah. Di suku ini terdapat sebuah tradisi menyembuhkan orang yang sakit dengan cara yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Tradisi tersebut dikenal dengan tradisi Balia.
   Menurut legenda, orang Kaili berasal dari “bambu kuning’ yang erat kaitannya dengan “Sawerigading” Savi yang bermakna lahir atau timbul dari bambu kuning. Bahasa Makassar ini sama artinya dengan bahasa Kaili “Topebete Ribolovatu Mbulava” yang artinya orang yang lahir dari bambu kuning. Orang Kaili yang meyakini Sawerigading sebagai nenek moyang mereka, lantas mengikuti juga apa yang dilakukan oleh Sawerigading. Termasuk tradisi Balia.
      Tradisi Balia tergolong unik karena hanya dilaksanakan ketika terdapat warga yang tidak kunjung sembuh dari sakitnya. Walaupun sudah dibawa keberbagai macam tempat pengobatan dan berbagai macam cara penyembuhan, bila sakitnya tidak kunjung sembuh, biasanya tradisi Balia akan segera dilaksanakan.
Kaum Perempuan dari Suku Kaili, Sulawesi Tengah.
Sumber Gambar: Protomalayans.blogpsot.com
    Walaupun masyarakat Kaili sudah banyak yang memeluk ajaran islam, namun tradisi masyarakat yang bersifat animisme masih sangat kental. Hal ini terlihat dari kepercayaan mereka akan hal- hal gaib yang ada di sekitar mereka. Mereka meyakini bahwa bumi dan langit memiliki penghuni atau penjaga yang disebut Karampua, bagi penjaga di langit, dan Anitu, bagi penjaga di bumi. Selain dari itu, masyarakat setempat juga meyakini bahwa segala yang ada di dalam alam juga memiliki penjaga. Seperti pada benda- benda alam berupa batu, pohon, laut, gua, gunung, bukit dan lain- lain. Dan jika terdapat warga yang sakit dan tidak kunjung sembuh, masyarakat meyakini, bahwa warga tersebut telah membuat penghuni yang ada di alam tersebut marah. Dan bentuk sakitnya warga tersebut adalah bentuk teguran dari para penghuni alam itu.
    Berdasarkan bahasa, Balia terdiri dari dua suku kata. Yaitu “Bali” dan “ia” yang bermakna “Robah Ia”. Dalam hal ini kata robah ia lebih dimaksudkan dengan kata “rubah dia” yang ditujukan kepada penyakit yang diderita seseorang agar dirubah keadaannya menjadi sembuh. Dalam artian singkatnya, Balia dapat diartikan sebagai merubah keadaan seseorang yang sakit menjadi sembuh.
    Pelaksanaan upacara ritual Balia biasanya dilakukan pada tempat yang terbuka. Seperti lapangan ataupun halaman rumah yang luas. Kemudian pada tempat yang terbuka tersebut, akan dibangun sebuah bangunan yang bersifat tidak permanent secara gotong royong sebagai tempat ritual nantinya. Bangunan tersebut disebut dengan nama “Bantaya”. Waktu pelaksanaan ritual biasanya pada malam hari selama 3 sampai 4 hari berturut- turut yang penetapan waktunya ditentukan oleh pemangku adat setempat yang disesuaikan dengan hari baik sesuai keyakinan orang Kaili.
    Ritual ini bersifat mistis karena menggunakan makhluk halus untuk menyembuhkan penyakit yang diderita warga. Hal ini diyakini sebagai salah satu cara yang cukup ampuh untuk menyembuhkan karena adat setempat meyakini jika sakitnya warga mereka adalah karena mendapatkan teguran dari makhluk halus, maka yang dapat menyembuhkannya adalah makhluk halus pula. Jadi tidak heran jika dalam ritual ini ada warga yang kerasukan makhluk halus dan melakukan hal- hal yang aneh.
    Walaupun sudah memasuki zaman yang modern, namun Balia masih sering digelar oleh masyaraka Kaili. Karena ketika Balia diselenggarakan terkadang masyarakat menjadikan upacara tersebut menjadi ajang untuk berkumpul sebagai sarana silaturahmi antar sesama. Tidak jarang pula karena banyak orang yang berkumpul terkadang dijadikan sarana untuk berdagang oleh masyarakat setempat untuk membantu kebutuhan ekonomi mereka.
    Namun diluar dari permasalahan itu, tradisi Balia pada masyarakat Kaili mengajarkan kita bahwa manusia yang merupakan bagian dari alam semesta tidak bisa hidup sendiri terlepas dari alam dan berlaku seenaknya terhadap alam. Hal inilah yang diyakini oleh masyarakat Kaili, bahwa ketika manusia bertingkah laku seenaknya terhadap alam pasti akan mendapatkan balasan secara langsung dari pemilik alam semesta. Adanya keyakinan seperti ini tidak hanya diyakini oleh masyarakat Kaili, tapi banyak juga keyakinan serupa didaerah- daerah lain di tanah Nusantara. Namun walaupun begitu, terdapat nilai positif dari keyakinan tersebut yang menjadikan manusia tidak bisa melakukan apapun sekehendak hatinya tanpa menghormati keberadaan alam sekitarnya sehingga keberlangsungan alam beserta ekosistem yang ada didalamnya dapat terjaga dan terus lestari.

Referensi:
http://dikadwijaya.blogspot.co.id/2014/11/tradisi-budaya-masyarakat-suku-kaili_15.html




4 Alasan Kenapa Kita Harus Melestarikan Budaya Indonesia


Tidak ada yang dapat meragukan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan kekayaan yang sangat melimpah didalamnya. Dari segi sumber daya alam, sumber daya manusia, sejarah, tradisi dan juga budaya. Indonesia memiliki apapun yang tidak dimiliki bangsa lain didunia. Sehingga tidak heran jika banyak bangsa- bangsa lain yang iri kepada Indonesia dan mencoba untuk merebut kekayaan- kekayaan tersebut dari pelukan ibu pertiwi.
Lalu berbagai macam kegiatanpun dilakukan untuk mencegah kekayaan yang dimiliki bumi Nusantara berpindah kepada bangsa lain. Kegiatan pembudidayaan dan cagar alam untuk sumber daya alam, pembinaan dan penanaman nilai- nilai kebangsaan untuk sumber daya manusianya, serta pembuatan sanggar- sanggar budaya untuk kekayaan budaya agar budaya yang ada tidak hilang.
Namun tidak hanya itu yang dilakukan. Bahkan dari seni sastra pun ikut berlomba- lomba untuk melestarikan kakayaan yang dimiliki Indonesia agar tidak hilang. Banyak anak bangsa yang menonjolkan kekayaan alam ataupun kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki Indonesia kepada bangsa lain agar Indonesia dikenal dengan maksud agar dunia tahu bahwa kekayaan yang ditonjolkan itu adalah asli milik Indonesia.
Diluar dari itu, ternyata ada beberapa alasan lain yang mendasari kenapa kita, sebagai generasi penerus bangsa, diwajibkan untuk melestarikan kekayaan yang ada di Indonesia. Terutama adalah kekayaan budaya yang ada. Kenapa budaya? Karena kekayaan budaya adalah kekayaan lain dari kekayaan alam yang sudah hampir punah dan hilang. Banyak dari budaya- budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa ini yang kini sudah tidak bisa kita jumpai lagi.
Dan untuk tujuan itulah sayanusantara.blogspot.co.id dibuat. Karena sayanusantara.blogspot.co.id ingin ikut serta dalam rangka melestarikan kekayaan budaya yang ada di Indonesia agar tidak hilang terbentur era globalisasi yang semakin keras setiap harinya. Walaupun dibuat dengan domain gratisan, namun ini bukan berarti tidak ada keseriusan dalam upaya melestarikan budaya yang ada. Selain dari itu, kenapa blog ini dibuat dengan domain gratisan adalah karena kami ingin membuktikan bahwa untuk melestarikan kekayaan budaya Indonesia selalu bisa dilakukan dengan cara yang apapun.
Dan berikut alasan- alasan kenapa kita harus melesarikan budaya Indonesia yang kita cintai ini:

1.     1.  Jati Diri
Dapat dikatakan juga sebagai arti dari diri. Biasanya jati diri banyak dicari oleh orang-orang muda sebagai bekal utama untuk melanjutkan hidup dimasa yang akan datang. Jati diri juga banyak diartikan sebagai karakteristik kemampuan diri dalam memecahkan sebuah permasalahan.
Bagi manusia mengenal jati diri atau mengenal diri sendiri adalah langkah awal untuk menyusun rencana yang akan dibuat pada waktu mendatang. Tapi ternyata tidak hanya manusia saja yang memiliki jati diri. Sebuah bangsa juga memiliki jati diri. Ini dilihat bahwa setiap bangsa selalu memiliki karakteristik tersendiri yang tidak sama dengan bangsa lainnya. Begitu juga dengan bangsa Indonesia yang memiliki karakteristik tersendiri.
Karakteristik yang dimiliki Indonesia dapat kita lihat dari gambaran- gambaran pada budaya- budaya atau tradisi- tradisi yang melekat pada setiap suku yang ada didalamnya. Jadi ketika sebuah budaya hilang karena suatu sebab, maka itu adalah langkah awal dari hilangnya bagian dari karakteristik bangsa Indonesia yang sudah pernah dibentuk nenek moyang bangsa Indonesia. Jadi sangat disayangkan bukan jika sebuah budaya yang ada di Indonesia hilang? Karena itu berarti karakteristik bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat pada masa lalu juga akan hilang.
Gotong Royong Sumber: Ulvi90.wordpress.com

2.       2. Prinsip
Tidak hanya manusia yang memiliki prinsip dalam hidup. Tapi sebuah negara atau bangsa juga memiliki prinsip. Prinsip dapat dikatakan sebagai pakem yang dimiliki seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu. Dimana ketika melakukan sesuatu tanpa adanya pakem tersebut, segalanya akan menjadi kacau balau.
Mungkin kalian pernah dengar tentang banyak orang Indonesia yang mengatakan bahwa laut yang banyak tersebar di Indonesia tidaklah dijadikan pemisah. Melainkan pemersatu bangsa. Itulah salah satu prinsip yang dipegang kuat oleh bangsa Indonesia. Bahwa tidak ada batasan untuk mempersatukan bangsa ini.
Prinsip-prinsip ini juga terdapat pada ajaran-ajaran nenek moyang bangsa Indonesia bahkan lama sebelum kerajaan- kerajaan di tanah Nusantara bermunculan. Prinsip- prinsip ini bisa kita lihat pada budaya- budaya dan tradisi- tradisi yang melekat di Indonesia. Seperti misalnya prinsip persatuan, kekeluargaan, dan persaudaraan dalam budaya gotong royong.
Gotong royong sudah ada lama sebelum Indonesia lahir sebagai negara merdeka. Karena dari prinsip gotong royong inilah kemudian Indonesia bisa bersatu dan merdeka. Karena setiap wilayah yang memiliki kekuasaan masing- masing di tanah Nusantara merasa memiliki ikatan persaudaraan dengan wilayah yang lain sehingga terciptalah prinsip gotong royong untuk meraih kemerdekaan yang didambakan dan dicita-citakan. Bahkan sampai saat ini pun gotong royong masih menjadi salah satu prinsip hidup dari bangsa Indonesia.


Ngamping, Makanan dan Tradisi Tradisional yang Melegenda Asal Sambas

Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris juga ternyata terkenal dengan tradisi pada saat masa tanam dan juga saat panen. Banyak tradisi yang dilakukan sebagai ajang permohonan kepada Yang Maha Kuasa pada saat sebelum masa tanam agar hasil yang diharapkan bisa tercapai maksimal. Tapi ada juga tradisi yang dilakukan setelah masa panen tiba. Banyak daerah yang melaksakan tradisi setelah masa panen dengan tujuan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.

Belajar Menghormati Alam dari Suku Ayapo Sentani Papua


Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk dapat bertahan hidup. Baik dengan cara mengikuti perubahan jaman atau ada juga berbaur dengan alam sekitar. Hidup dengan cara mengikuti perubahan jaman dapat dilihat pada masyarakat perkotaan yang berada di kota- kota besar. Dimana kota- kota besar adalah tempat dimana perubahan jaman menjadi lebih modern dapat sangat terasa.
Tapi bagi mereka yang menggantungkan hidupnya berada jauh dari perkotaan dan masih memegang erat tradisi dan budaya nenek moyang, berbaur dengan alam sekitar mereka hidup adalah cara untuk dapat tetap bertahan hidup. Seperti misalnya yang dilakukan oleh suku Ayapo sentani di,  di Jayapura, Papua, yang mengandalkan cara berburu secara tradisional untuk dapat bertahan hidup. Cara tradisional dipilih karena baik hasil yang didapat ataupun dampaknya diyakini lebih baik dari pada mencari cara yang lebih modern yang cenderung bersifat sekulatif.
Cara pertama yang dilakukan oleh masyarakat Ayapo Sentani adalah berburu dengan cara Elha. Tradisi unik berburu dengan cara Elha dilakukan dengan berazaskan sifat kekeluargaan dan gotong rotong. Hal ini terlihat dari sebelum diadakannya Elha. Karena sebelum diadakannya Elha terlebih dahulu diadakan musyawarah oleh para petinggi adat di masyarakat Sentani. Dimana hasil dari musyawarah tersebut akan diberitakan kepada seluruh masyarakat yang ada di desa.
Kaum lelaki yang mendengar berita tersebut kemudian mempersiapkan berbagai macam peralatan yang digunakan untuk berburu dan menjaga diri dari berbagai macam pantangan yang sudah ditetapkan adat. Beberapa hal yang harus dihindari oleh para pria yang akan beburu adalah seperti tidak boleh melakukan hubungan badan dengan isteri, tidur haus terpisah dari kaum wanita, tidak boleh makan pagi, dan tidak boleh menoleh apabila ditegur orang. Karena letak geografis kampung tersebut berada didaerah perbukitan yang diselimuti dengan rerumpuan tebal atau alang- alang maka biasanya alat berburu yang dipersiapkan adalah busur panah.
Elha. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.co.id
Sebelum proses perburuan dimulai, musyawarah kembali dilakukan untuk menentukan arah perburuan dan strategi perburuan. Pelaksanaan Elha biasanya dilakukan oleh kaum pria dewasa yang dilakukan secara berkelompok sampai dengan lebih dari 60 orang yang dibagi menjadi dua buah kelompok. Yaitu kelompok Melhi dan kelompok Yokho atau kelompok pengusir dan kelompok penikam. Kelompok pengusir biasanya lebih banyak jumlahnya dari pada kelompok penikam. Tugas dari kelompok pengusir adalah untuk menggiring hewan buruan ke titik dimana tim penikam tengah bersiap. Dan ketika hewan buruan sudah berada di titik jangkau penikaman, tugas tim penikamlah untuk menikam hewan buruan tersebut.

Tradisi Bau Nyale Lombok, Tradisi Pengharapan Panen Dan Keberkahan Hidup

Selain terkenal dengan tradisi Peresean, pulau Lombok juga terkenal dengan tradisi Bau Nyale. Tradisi mencari hewan yang tergolong cacing laut ini sudah diwariskan secara turun temurun dalam masyarakat suku Sasak. Tradisi Bau Nyale biasa dilakukan selama dua kali dalam satu tahun dengan salah satu maksudnya adalah sebagai permohonan agar hasil panen yang akan datang akan melimpah.
Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak. Bau artinya menangkap, sedangkan Nyale adalah nama sejenis cacing laut. Jadi sesuai dengan nama tersebut, Bau Nyale adalah tradisi menangkap cacing laut. Dan menurut isi babad, Bau Nyale mulai dikenal oleh masyarakat setempat sejak sebelum abad 16 dan kemudian diwariskan secara turun temurun kemudian.
Cacing Nyale adalah hewan yang termasuk dalam Filium Annelida yang hidup didalam lubang- lubang batu karang dibawah permukaan laut. Meskipun memiliki kaki seperti bintik-bintik, tetapi cacing Nyale tidak dimasukan dalam golongan binatang beruas atau Anthropoda oleh para peneliti. Namun walaupun begitu, para ahli biologi menyebut Nyale sebagai cacing kelabang karena berbintik- bintik ini.
Sebagai sebuah tradisi, Bau Nyale memiliki akar sejarah tesendiri yang diyakini oleh masyarkat setempat sebagai asal muasal dari munculnya cacing Nyale di laut dan kenapa banyak orang yang mencarinya. Terdapat dua buah cerita yang berkembang didalam masyarakat setempat yang meyakini sebagai asal muasal dari tradisi ini.
Sumber: Yukpiknik,com
Cerita pertama, cacing Nyale diyakini pertama kali muncul karena sorban yang dipakai oleh nabi Adam terlepas dan terbawa angin ke laut. Sorban yang jatuh ke laut tersebut kemudian diombang- ambing oleh gelombang laut hingga perlahan sorban tersebut rusak. Satu persatu benang dari sorban tersebut terberai dan dari benang tersebutlah kemudian cacing Nyale diyakini berasal. Dari cerita ini kemudian diyakini bahwa cacing Nyale membawa keberkahan oleh masyarakat karena berasal dari sorban seorang Nabi. Itulah kenapa banyak masyarakat mengambil sebanyak- banyaknya cacing Nyale agar kehidupan mereka menjadi semakin berkah dikemudian hari.
Carita kedua, cacing Nyale diyakini berasal dari seorang puteri kerajaan yang sangat cantik jelita dari seorang raja yang bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya. Karena kecantikannya, puteri ini menjadi buah bibir dan beritanya sampai ke kerajaan- kerajaan lainnya sehingga banyak pangeran- pangeran dari kerajaan- kerajaan tersebut mencoba untuk mempersunting puteri itu. Berbagai macam carapun dilakukan oleh masing- masing pangeran untuk dapat mengambil hati dari puteri itu hingga berujung kepada perselisihan. Namun walaupun sudah banyak cara dilakukan, sang puteri tetap tidak menerima satupun pinangan dari pangera- pangeran yang mendekatinya. Puteri takut jika menerima salah satu pinangan dari pangeran- pangeran yang memperebutkannya akan memulai perselisihan dan perperangan di bumi Sasak.

Makam Terunyan Bali, Bukti Persahabatan Manusia Dengan Alam

Siapa yang tidak mengenal Bali? Tidak hanya di Indonesia, bahkan orang- orang yang berada di luar Indonesia banyak yang mengenal Bali. Baik terkenal dari sisi keindahan alamnya, kekayaan budaya dan tradisinya, bahkan kulinernya yang lezat- lezat. Tapi dibalik keindahan- keindahan tersebut, terdapat sebuah tradisi nenek moyang yang masih di jaga keberadaannya oleh masyarakat di Bali. Yaitu tradisi pemakaman di desa Terunyan, Kintamani, Bangli, Bali.
Terunyan terletak di dekat Danau Batur. Sehingga tidak jarang pengunjung yang ingin mengunjungi desa Terunyan diharuskan menyebrangi danau terlebih dahulu. Terunyan adalah salah satu desa tua yang ada di Bali dan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh suku Bali Aga atau Bali Mula yang masih memegang erat warisan leluhur mereka. Menurut sejarah, suku Bali Aga atau Bali Mula adalah suku yang pertama kali mendiami pulau Bali.
Keunikan yang ada di desa Terunyan lebih kepada pemakaman. Banyak jenazah di desa ini yang tidak dimakamkan seperti di kebanyakan tempat. Melainkan diletakkan dibawah pohon kemenyan. Jenazah yang diletakkan diatas batu tersebut ditutupi oleh sejenis tutupan dari bambu berbentuk trapesium yang dikenal dengan Ancak Saji. Lalu bagaimana jenazah- jenazah itu bisa tidak bau?
 Sumber: Wikipedia
Sumber: Wikipedia
Sebenarnya jika dikatakan tidak berbau juga tidak benar, karena sudah pasti jenazah tersebut mengeluarkan bau seperti pada jenazah lainnya. Namun, rahasia bagaimana bau tersebut dapat tidak tercium lebih kepada pohon kemenyan yang menaungi jenazah- jenazah tersebut.
Nama desa Terunyan konon diambil dari kata Taru dan Menyan. Taru berarti pohon sedangkan Menyan berarti pohon kemenyan yang berbau harum. Menurut cerita, didesa ini dahulu banyak terdapat pohon kemenyan yang sangat harum dan membuat desa menjadi harum. Namun raja pada saat itu, khawatir dengan keharuman pohon kemenyan tersebut. Raja khawatir harum tersebut akan menarik banyak orang untuk datang ke desa mencari pohon tersebut. Untuk menghindari hal itu, maka raja memutuskan untuk meletakan jenazah- jenazah dibawah pohon tersebut sehingga bau harum dari pohon- pohon itu hilang. Namun ternyata bukan hanya harum pohon kemenyan itu saja yang hilang, tapi juga bau dari jenazah- jenazah itu. Dari sanalah muncul sebuah hipotesa bahwa harum dari pohon kemenyan telah menjadi penetralisir dari bau busuk yang keluar dari jenazah- jenazah dibawahnya. Hal inilah yang menjadikan jenazah yang tidak dikubur tersebut tidak berbau busuk. Masyarakat desa Terunyan kemudian menamai pemakaman ini dengan sebutan Mepasah.

Ujungan Banjarnegara, Dari Tradisi Memohon Sampai Tradisi Pencetak Pejuang Kemerdekaan RI

  Ada berbagai macam kepercayaan yang berkembang di masyarakat Nusantara. Kepercayaan tersebut sangat diyakini kebenarannya dan teknis dalam melaksanakan kepercayaan tersebut diwariskan secara turun temurun sampai dengan saat ini. Walaupun tidak masuk dalam logika akal sehat, namun tidak disangkal lagi bahwa kepercayaan ini dapat menyelesaikan masalah masyarakat yang meyakininya. Dan salah satu kepercayaan yang masih melekat tersebut adalah tradisi Ujungan di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tradisi ini tidak jauh berbeda dengan tradisi Peresean yang ada di Lombok. Karena memang sebagian besar dari tradisi ini memiliki persamaan. Tradisi Ujungan adalah tradisi beladiri yang menggunakan tongkat (Ujungan) rotan yang sudah ada di Banjarnegara sejak dahulu kala. Diyakini tradisi ini sudah ada sejak tahun 1830.
Sumber: Kusumatami.blogspot.com
Menurut cerita masyarakat setempat, tradisi ini tumbuh pertama kali di Desa Gumelem Wetan yang pada saat itu masih berupa Padukuhan Karang Tiris. Pada saat itu, desa Gumelem Wetan dilanda musim kemarau yang cukup hebat sehingga kekeringan melanda wilayah tersebut. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani pada masa- masa kekeringan tersebut selalu berebut air untuk dapat mengairi sawahnya. Konflik pun kemudian muncul karena jumlah air yang terbatas tidak sebanding dengan para petani yang berebut air untuk sawahnya. Maka jalan tengahpun diambil pada saat itu, bahwa pembagian air dari sumber air dilakukan secara bergiliran. Namun seiring waktu berjalan, teknis pembagian secara bergiliran tersebut juga menemui banyak masalah dan banyak petani yang tidak lagi menghormati peraturan tersebut. Sampai suatu saat, terdapat sebuah perseturuan antara dua petani yang berebut air untuk sawah mereka masing- masing.
Petani- petani yang bersitegang tersebut tidak ada yang saling mau mengalah kepada petani yang lain, bahkan ketika seorang tokoh setempat melerainya. Ki Singarkerti yang merupakan tokoh masyarakat setempat mencoba beberapa kali untuk mendamaikan perseteruan tersebut namun hasil yang didapatkan nihil. Hingga akhirnya ki Singakerti memberikan masing- masing sebilah kayu Rasihe untuk mereka saling sabet. Para petani itupun saling sabet satu sama lain hingga memakan waktu yang cukup lama sampai akhirnya mereka berhenti. Luka- luka menganga disebabkan oleh sabetan satu sama lain di tubuh masing- masing, darah bercucuran dan tidak lama kemudian hujan turun. Hujan yang turun mampu menyelesaikan perseteruan antara kedua petani tersebut  yang saling meminta maaf satu sama lain sehingga mereka kembali menjadi bersaudara.

3 Langkah mudah mencintai Indonesia

Banyak langkah untuk membuktikan cinta kepada Indonesia, dan berikut langkah mudah untuk dapat mencintai Indonesia

Sangat banyak hal yang dapat kita cintai dari Indonesia kita ini. Karena tidak ada negara lain atau bangsa lain yang memiliki apa yang dimiliki oleh Indonesia. Dimulai dari kekayaan budaya dan tradisinya, kekayaan bahasa, kekayaan sumber daya manusia, kekayaan sumber daya alam. Indonesia adalah sebuah negeri yang sangat kaya.
Namun beberapa waktu terakhir, sangat disayangkan bahwa beberapa dari kekayaan tersebut sudah mulai hilang. Ada beberapa faktor kekayaan tersebut dapat hilang. Jika misal kekayaan yang hilang itu adalah berupa kekayaan alam, faktor hilangnya kekayaan tersebut dapat dikarenakan eksplorasi yang berlebihan sehingga kekayaan tersebut habis dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengembalikannya seperti sedia kala.
Jika kekayaan yang hilang adalah kekayaan budaya dan juga tradisi masyarakat, dapat dipastikan bahwa hilangnya kekayaan tersebut karena tidak ada regenerasi yang dapat meneruskan budaya dan tradisi tersebut. Sehingga kekayaan tersebut perlahan mulai hilang dari ingatan generasi mudanya dan secara perlahan pula mulai terlupakan.
Berbagai macam cara banyak di tempuh untuk dapat melestarikan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Mulai dari penjelajahan sampai penelitian yang dapat menjadikan kekayaan- kekayaan tersebut tidak hilang. Dan berikut beberapa langkah untuk mencintai Indonesia dengan cara yang mudah dan simple:

1.       Eksplorasi
Saat ini sudah sangat banyak program- program traveling di tv ataupun referensi lainnya yang memuat tentang kekayaan yang dimiliki Indonesia. Baik yang berupa kekayaan alam, kekayaan budaya dan tradisi, sampai kekayaan kuliner. Namun bukan berarti banyaknya program traveling tersebut harus membuat kita menjadi seorang traveler juga.  Karena bagaimana jika waktu yang kita miliki sedikit untuk bisa melakukan traveling? Jangan khawatir, dengan media internet semua dapat kita lakukan.
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini internet sudah menjadi kebutuhan pokok manusia di dunia. Hampir semua yang dibutuhkan manusia tersedia di internet. Termasuk juga dengan informasi yang kita butuhkan tentang apapun. Termasuk tentang apa yang dimiliki Indonesia. Dengan rajin- rajin mencari informasi tentang apa yang dimiliki Indonesia di Internet, dijamin akan memangkas waktu dan biaya yang kita butuhkan untuk melakukan perjalanan keliling Indonesia. Walaupun memang terdapat perbedaan sensasi yang didapatkan antara mereka yang melakukan perjalanan langsung dengan mereka yang hanya mencari informasi dengan internet. Tapi ini adalah cara mudah langkah pertama untuk bisa membuktikan bahwa kamu mencintai Indonesia.

SUmber Gambar: Commons.Wikipedia.Org

Tato Suku Moi Papua, Tanda Suku Yang Tergerus Arus Globalisasi

Apakah hanya Seni tato suku Moi yang mulai hilang terbentur arus globalisasi? Bagaimana dengan seni- seni tradisional dari suku- suku lainnya di Nusantara? apakah nasib mereka sama?

Salah satu suku yang cukup dikenal dari pulau Papua adalah suku Moi. Tapi tidak hanya suku Moi tentu saja yang ada di Papua. Papua adalah pulau yang memiliki banyak suku seperti pulau- pulau lainnya di Indonesia. Dan kali ini kita akan membahas suku Moi yang terkenal dengan seni tato nya yang mulai tergerus jaman.
Siapa yang tidak mengenal seni tato? Seni tato yang merupakan seni yang cukup banyak digemari pada jaman modern ini, ternyata juga sudah berkembang lama dipulau Papua. Walaupun berbeda dengan tato modern baik dalam hal motif dan kemanan kesehatan, ternyata banyak juga orang yang berminat kepada tato suku Moi ini.

Tato suku Moi. Sumber gambar: www.pujaarini.blogspot.com
Sekilas tentang suku Moi. Ternyata suku Moi adalah salah satu suku yang sudah lama berada di Sorong, Papua Barat. Mereka sangat meyakini bahwa nenek moyang mereka keluar dari gunung Maladofok. Namun tidak hanya nenek moyang mereka yang keluar dari gunung itu, menurut keyakinan mereka, dunia yang ada sekarang ini juga keluar dari tempat yang sama. Dan hampir semua suku yang berada di wilayah Sorong berasal dari satu nenek moyang Kelinplasa atau  disebut juga Menara Babel didaerah Maladofok.
Namun saat orang- orang itu mulai hidup berkembang, wilayah itu terkena air bah yang menurut mereka merupakan salah satu hukuman dari Tuhan atas suatu tindakan. Dan karena air bah tersebut, orang- orang di Maladofok terpisah- pisah dan membentuk suku- suku baru. Karena itulah sejarah suku Moi tidak bisa terpisahkan dari sejarah suku Maybrat dan Teinabuan di Sorong Selatan maupun sub suku Moi Maya yang ada di Raja Ampat.
Kembali ke masalah seni tato, suku Moi atau biasa juga dikenal dengan sebutan Malamoi meyakini bahwa tradisi menghias tubuh ini diperkenalkan kepada mereka oleh rombongan migrasi Austronesia yang datang dari Asia Tenggara pada jaman Neolitikum.
Dan berbeda dengan seni tato modern, seni tato yang dimiliki oleh suku Moi lebih bersifat alamiah karena berasal dari bahan- bahan organik yang banyak tersedia di alam disekitar mereka. Untuk membuat tato mereka tidak menggunakan jarum, melainkan duri dari pohon sagu. Selain duri dari pohon sagu, mereka juga menggunakan tulang ikan yang dicampurkan kepada yak kibi atau arang halus dan getah dari pohon langsat barulah kemudian duri atau tulang ikan tersebut di tusukkan kepada daerah yang ingin di tato. Biasanya daerah yang akan ditato adalah pada bagian dada, pipi, kelopak mata, betis, pinggul ataupun punggung.
Sedangkan untuk pola, tato suku Moi biasanya berpola sederhana namun memiliki makna yang sangat dalam bagi mereka. Biasanya tato yang mereka buat bermotif geometris atau garis- garis yang melingkar dan juga titik- titik yang berbentuk kerucut atau tridiagonal.
Namun kini seni tato ini sudah mulai tergerus jaman karena ternyata era globalisasi juga sampai kepada suku Moi. Karena sudah banyak dari generasi muda suku Moi yang tidak lagi bertato karena tuntutan dari kehidupan. Salah satu dampak bagi suku yang terbuka akan dunia luar menjadikan suku Moi dapat mengikuti arah perkembangan jaman yang semakin berkembang. Dan pengaruh ini juga berpengaruh kepada tingkat ekonomi dari beberapa anggota suku Moi. karena sudah banyak pula anggota dari suku Moi yang melamar pekerjaan di perusahaan- perusahaan dan memilih tidak ditato sebagai syarat etika untuk mendapatkan pekerjaan dan memperbaiki kehidupan keluarganya.
Tato suku Moi, apakah kelak akan menjadi sebuah legenda atau tradisi yang tidak tidak memiliki bukti pernah ada di negeri Papua? Jaman yang semakin cepat, jaman yang semakin canggih dan menuntut totalitas dari setiap orang yang berkembang bersamanya, ternyata mampu mempengaruhi tradisi yang sudah lama berkembang di tanah Nusantara. Tapi apakah hanya seni tato suku Moi yang terancam kepunahan? Adakah seni- seni lainnya yang terancam hilang karena benturan era globalisasi yang mulai masuk sampai kepintu- pintu desa diseluruh tanah Nusantara? Karena bagi suku Moi, tato selain tradisi nenek moyang juga merupakan sebuah tanda pengenal atas sebuah jati diri agar mudah dikenali dan sebagai pengingat bagi seseorang untuk tidak melupakan suku dan nilai- nilai yang diajarkan kepada mereka dilingkungan awal hidup mereka.

Referensi:
http://www.antaranews.com/berita/352871/tradisi-tato-suku-moi-papua-barat-mulai-luntur
http://indonesiaartikeltau.blogspot.co.id/2015/02/budaya-papua-suku-moi.html



<< Sebelumnya               Selanjutnya >>

Topeng Sekura Lampung, Topeng Perang Menjadi Topeng Persaudaraan

Topeng ini adalah bukti dari perjuangan yang konsisten dan juga bukti yang penting sebagai sarana mempersatukan anak bangsa yang sekaligus juga sebagai sarana kebebasan dan pengembangan ekspresi seni topeng..

Ternyata tidak hanya Bali ataupun Betawi yang terkenal dengan kesenian topengnya. Lampung juga memilikinya. Daerah yang juga dikenal dengan sebutan Serambi Sumatera ini juga memiliki kesenian serupa yang bernama Sekura. Sebuah seni topeng yang sarat akan nilai- nilai perjuangan dan persatuan serta kesatuan.
Banyak versi yang menceritakan tentang asal muasal tradisi masyarakat tentang topeng ini. Salah satunya adalah berdasarkan kepercayaan ajaran Hindu. Menurut keyakinan ini, sekura yang berasal dari orang- orang yang tidak mempercayai dewa- dewa sehingga selalu melakukan hal- hal yang tidak terpuji. Lalu orang- orang tersebut di kutuk oleh dewa sehingga memiliki wajah yang buruk rupa seperti topeng.
Lalu versi kedua dari kepercayaan umat islam. Topeng Sekura diyakini merupakan seni yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan agama islam didalam kerajaan Skala Brak yang merupakan kerajaan kuno di Lampung Barat. Kerajaan yang memiliki keyakinan dinamisme dan animisme inipun sedikit demi sedikit dimasuki oleh para penyebar agama islam kedalam wilayah kerajaannya. Sehingga beberapa waktu berselang agama islam berkembang dan menjadi komunitas yang besar didalam kerajaan tersebut, terutama didaerah suku Tumi.

Ajaran yang semakin besar ini secara tidak langsung juga memiliki pengaruh kepada kehidupan masyarakat di kerajaan Skala Brak, terutama didalam suku Tumi. Banyak masyarakat yang memeluk agama islam namun juga banyak yang menolaknya. Suku Tumi pun terbelah menjadi dua dan perang saudara didalam suku Tumi tidak terelakan lagi untuk terjadi. Dan pada saat inilah topeng Sekura banyak dipakai untuk menutupi wajah satu sama lain dan sebagai penghilang rasa kasihan karena berperang melawan saudara satu suku sendiri.
Namun tradisi memakai topeng untuk berperang tidak berlangsung selamanya. Karena sekitar abad ke-19 fungsi sekura berubah menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahim. Dan sejak itulah kemudian sekura banyak digunakan pada saat perayaan menyambut hari raya islam. Seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Namun walaupun dilaksanakan setiap tahunnya, perayaan Sekura selalu dilaksanakan ditempat berbeda dai tahun- tahun sebelumnya.

Topeng Sekura. Sumber Gambar: Sawilanovianadiputra.blogspot.com
Dari versi yang kedua inilah kemudian dapat dipastikan oleh para budayawan tentang asal muasal dari Sekura. Karena dari versi ini kemudian dapat juga ditarik kesimpulan tentang kenapa adanya dua jenis topeng Sekura. Yaitu sekura kamak atau sekura kotor dan juga sekura kecah atau sekura bersih.

Asal muasal dari munculnya dua jenis topeng ini tentu tidak lepas dari penyebaran ajaran islam di kerajaan Skala Brak. Sekura kamak atau sekura kotor biasanya digunakan oleh para pendakwah untuk menggambarkan pribadi yang suka melawan dan memberontak kepada pemerintahan yang menurut mereka zalim tersebut. Dan karena itulah, mereka yang memakai Sekura Kamak mendapatkan dukungan dari para kaum budak dan yang tertindas.
Ketika perhatian sudah didapatkan, kemudian para pendakwah mengganti topeng mereka menjadi Sekura kecah yang menggambarkan kebersihan dan kesucian. Karena untuk memakai topeng ini, si pemakai topeng juga harus memakai pakaian yang bersih dan rapi sehingga mendapatkan kesan suci dari masyarkat. Dengan cara ini pula para pendakwah mendapatkan perhatian dan menjadi tidak enggan untuk menjelaskan hal- hal yang tidak diketahui oleh pribumi disana.

Parade Sekura. Sumber gambar: Ulunlampung.blogspot.com

Namun tidak berbeda dengan tradisi dari daerah lainnya, Sekura pun memiliki tantangan tersendiri untuk dapat terus bertahan dari ancaman kepunahan. Berbagai macam kemungkinan akibat dampak arus globalisasi selalu muncul bergantian yang berakibat kepada lupanya generasi penerus terhadap essensi dari kekayaan budaya tanah air ini.
Sekura bukanlah sebuah tradisi yang tidak memiliki makna sama sekali. Tapi sekura adalah sebuah kekayaan budaya warisan nenek moyang yang sarat akan makna. Karena topeng ini adalah bukti dari perjuangan yang konsisten dan juga bukti yang penting sebagai sarana mempersatukan anak bangsa yang sekaligus juga sebagai sarana kebebasan dan pengembangan ekspresi seni topeng.

Referensi:


<< Sebelumnya            Selanjutnya >>

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...