Madu Riau, Tradisi Menumbai Yang Perlahan Hilang

Pembukaan Hutan Riau, Berdampak Kepada Tradisi Menumbai Yang Perlahan Hilang...

Selain terkenal karena keindahan alamnya, Indonesia juga terkenal oleh sumber daya alamnya. Disemua daerah yang ada di Indonesia, memiliki sumber daya alam tersendiri yang dapat mewakili nama daerah itu. Seperti Kalimantan yang dikenal karena banyak terdapat pohon durian dari berbagai macam jenis. Sama seperti Kalimantan, hal tersebut juga dimiliki Riau yang terkenal dengan madu nya.
Tapi bukan hanya karena madu Riau terkenal, melainkan juga cara mengambil madu tersebut yang menjadi kekayaan budaya tersendiri bagi masyarakat Riau. Bagi masyarakat Petalangan- Riau, mengambil madu adalah sebuah kegiatan yang sangat sakral dan penting sehingga harus dihormati. Sehingga setiap kali ingin mengambil madu, masyarakat setempat menggelar sebuah upacara yang bernama upacara adat Menumbai.
Upacara adat menumbai hanya dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali setahun. Dan upacara ini adalah adat yang di peruntukan untuk mengambil madu dari sarang lebah yang ada di pohon Sialang. Pohon Sialang adalah pohon yang tinggi dan besar dan merupakan pohon favorit bagi lebah hutan untuk bersarang. Berdasarkan jenis, terdapat tiga jenis pohon Sialang. Yaitu Cempedak air, Sulur Batang, dan Rumah Keluang.
Upacara adat Menumbai ini adalah upacara adat yang sudah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang masyarakat setempat. Dan karena merupakan warisan budaya, proses pelaksanaan ritual dan pengambilan madu pun dilakukan dengan cara yang tradisional. Dalam upacara, Menumbai dipimpin oleh orang yang dituakan dan dihormati yang dinamakan Juragan Tuo. Namun Juragan Tuo tidak sendirian dalam melaksanakan Menumbai, Juragan Tuo dibantu oleh beberapa juru panjat lainnya yang berada dibawah pengawasannya yang bernama Juragan Mudo.
Upacara Menumbai ini biasanya diisi dengan pembacaan mantra- mantra yang, menurut keyakinan setempat, dipercaya dapat menenangkan lebah agar ketika diambil madunya, tetep dalam keadaan jinak dan tidak mengganggu para Juragan. Selain di isi dengan membaca mantera, Menumbai juga di isi dengan nyanyian- nyanyian serta pantung- pantun, karena masyarakat setempat meyakini bahwa setiap pohon Sialang yang memiliki sarang lebah juga dihuni oleh makhluk halus tak kasat mata. Dan nyayian ini selain dimaksudkan agar lebah tidak agresif juga dimaksudkan sebagai doa agar makhluk halus yang berdiam diri di pohon itu tidak mengganggu jalannya upacara.


Tradisi Menumbai
Sumber Gambar: http://diskominfo.riau.go.id/foto_berita/3madu.jpg


Selain dibacakan mantera khusus serta nyanyian, para Juragan yang memanjat pohon Sialang juga di berikan beberapa buah peralatan. Peralatan ini juga termasuk peralatan tradisional yang seluruh bahan untuk membuatnya ada di alam. Namun berbeda dengan peralatan yang sudah diatur dalam adat, pakaian yang dikenakan sama sekali tidak ada aturan. Artinya, setiap Juragan dipersilahkan memakai pakaian apa saja. Bahkan tidak jarang ada Juragan yang memilih Menumbai dengan bertelanjang dada.
Peralatan yang digunakan adalah:
1.    Timbo, yang merupakan alat yang digunakan untuk menampung madu. Biasanya alat ini terbuat dari rotan.
2.    Tunam, yang merupakan obor atau suluh yang berguna sebagai penerang para juragan juga sekaligus menguak lebah dari sarangnya. Tunam ini terbuat dari sabut kelapa yang dibalut dengan kulit kayu.
3.    Sigai. Merupakan sejenis tangga yang dipergunakan untuk mencapai puncak pohon untuk mencapai sarang lebah. Sigai diperlukan karena sebagian besar pohon Sialang yang memiliki sarang lebah adalah jenis pohon yang berdiameter besar dan tidak bisa dipanjat tanpa alat.
4.    Saluan. Merupakan alat utama dalam menumbai. Tanpa alat ini, madu yang didapatkan pastilah madu yang tidak murni atau bercampur dengan kotoran- kotoran lainnya. Jadi fungsi saluan sama seperti fungsi alat penyaring yang akan menyaring madu agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Selain alat- alat tersebut, terdapat satu lagi faktor yang sangat penting dalam proses Menumbai. Yaitu faktor alam. Menumbai biasanya dilakukan pada malam hari ketika bulan tertutup awan atau pada saat bulan sedang berada di titik terjauhnya dari bumi. Karena pada saat itu malam menjadi sangat gelap dan lebah- lebah akan sulit melihat para Juragan yang mendekati sarangnya.
Karena faktor kegelapan ini sangat vital dan menjadi syarat utama untuk Menumbai, maka Menumbai biasanya dilakukan pada malam hari kisaran jam 22 sd 2 dini hari. Karena pada waktu inilah diperkirakan malam akan mencapai puncak kegelapan disetiap malamnya. Namun walaupun begitu, peralatan yang digunakan untuk Menumbai haruslah dipersiapkan terlebih dahulu sejak sore hari sebelum Menumbai dilakukan pada malam harinya.
Tradisi Menumbai masih bisa disaksikan di kabupaten Palalawan sampai saat ini walaupun sudah tidak sesering dahulu dilakukannya. Karena pembukaan kawasan hutan industri ataupun perkebunan kelapa sawit menjadikan harta kekayaan budaya dan warisan tanah Nusantara ini perlahan mulai hilang. Banyaknya hutan yang dibuka untuk tujuan perkebunan ataupun menjadi kawasan industri menjadikan lebah- lebah hutan mulai kehilangan habitat dan mencari tempat lainnya yang dapat menunjang kehidupan mereka. Karena walaupun hutan yang dibuka bertujuan untuk pekebunan, nyatanya lebah yang ada tidak lebih banyak dari pada saat pohon Sialang masih banyak tumbuh.

Madu Riau, Tradisi Menumbai Yang Perlahan Hilang.
Namun bukan berarti kini tradisi Menumbai sudah hilang. Karena terdapat beberapa daerah tertentu yang masih memegang erat tradisi ini dengan menjaga agar pohon Sialang tetap berdiri kokoh yang merupakan tempat lebah bersarang. Daerah- daerah yang masih menjaga tradisi ini masih dapat ditemui di kawasan pebatianan yang merupakan pemangku adat Patalangan.
Gambaran orang yang sedang Menumbai untuk mengambil madu
Sumber Gambar: Kompasiana.Com

Menumbai adalah salah satu contoh bahwa nenek moyang bangsa Nusantara sudah mengajarkan kepada generasi mudanya untuk dapat menyatu dengan alam. Sehingga apapun yang dilakukan haruslah dilakukan dengan sadar tanpa merusak alam sebagai dampak setiap perilakunya. Tradisi Menumbai hanyalah sebagai simbol bahwa nenek moyang masyarakat Patalangan harus hidup berdampingan dengan alam dan harus menjaga alam dengan sebaik- baiknya. Karena mereka meyakini bahwa ketika mereka menjaga alam, alampun akan menjaga mereka. Sehingga mereka haruslah menghormati alam sekitarnya.
Hal ini dapat dilihat ketika Juragan Tuo hendak memanjat pohon Sialang untuk mendekati sarang lebah. Sebelum naik dia harus membacakan pantun yang diibaratkan seperti ijin khusus kepada alam, dalam hal ini lebah, untuk dapat mengambil madu. Dan tidak hanya ketika mulai saja pantun di mainkan. Tapi juga ketika sudah berhadapan dengan sarang lebah dan ketika sudah berada di bawah kembali. Ketika sudah berada dibawah kembali, selesai mengambil madu, pantun yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan terima kasih kepada alam karena mereka dapat mengambil madunya.

referensi tulisan:  Kabar Melayu


<< Sebelumnya                Selanjutnya >>





No comments:

Post a Comment

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...