Suku Sakai, Penjaga Alam Riau Yang Tersingkirkan


Kapulauan Riau adalah salah satu kepulauan yang berada di Sumatera yang tidak bisa melepaskan diri dari perkembangan jaman. Sama seperti daerah- daerah lain yang ada di Indonesia, daerah- daerah yang berada di kepulauan Riau adalah daerah- daerah yang sangat rajin dalam mengembangkan diri untuk menyambut era globalisasi. Namun dibalik perkembangan menuju era globalisasi yang di tawarkan oleh dunia, terdapat suku asli Riau yang mulai tersingkir dan terancam hilang. Suku itu adalah suku Sakai.
Nama Sakai memiliki arti seperti nama- nama lainnya yang ada. Arti dari nama Sakai adalah anak- anak yang hidupnya berada disekitar sungai. Arti nama Sakai ini mengacu kepada pola kehidupan suku Sakai yang nomaden atau berpindah- pindah dipedalaman hutan Riau. Dan karena air yang merupakan sumber kehidupan inilah yang menjadikan suku Sakai hidup dekat dengan sungai. Namun ada pula yang mengatakan bahwa nenek moyang dari suku Sakai berasal dari Pagaruyung yang merupupakan kerajaan melayu yang pernah ada di Sumatera Barat.
Suku Sakai. Sumber: Boombastis.com
Hidup dipedalaman, Suku Sakai adalah suku yang menggantungkan hidupnya kepada alam. Sehingga apapun yang mereka butuhkan, mereka selalu membuatnya dari bahan- bahan yang tersedia di alam. Salah satunya seperti Timo.
Timo merupakan alat tradisional yang dibuat oleh suku Sakai dari bahan- bahan yang ada di alam. Timo merupakan sejenis wadah yang terbuat dari kulit kerbau yang sudah dikeringkan yang biasa digunakan oleh suku Sakai untuk wadah menampung madu. Tidak hanya terbuat dari kulit kerbau, beberapa bagian dari Timo dibuat dari rotan. Seperti misalnya bagian sisi wadah yang diberi batas lingkaran yang terbuat dari rotan yang diberikan tali yang juga terbuat dari rotan.
Tidak hanya Timo alat yang dibuat dari alam, suku Sakai yang hidup dengan cara agraris atau bertani yang nomaden juga menciptakan alat pertanian yang disebut Gegalung Galo. Gegalung Galo adalah sejenis alat penjepit yang terbuat dari bambu dan batang pepohonan yang digunakan untuk menjepit ubi manggalo untuk kemudian diambil sari patinya. Biasanya, sebagai wadah untuk menampung sari pati ubi manggalo adalah Timo. Dan ubi manggalo adalah salah satu tanaman yang biasa ditanam oleh suku Sekai dalam kehidupan agrarisnya.
Tapi tidak hanya alat- alat pertanian saja yang diciptakan oleh suku Sekai. Mereka juga mampu memproduksi pakaian dari bahan yang seluruhnya ada di alam. Biasanya bahan yang dijadikan sebagai baju adalah kulit pohon. Pakaian inilah yang kemudian melindungi tubuh orang- orang suku Sakai yang hidup secara nomaden.
Dalam kehidupan agrarisnya, suku Sakai tentu juga memiliki aturan tersendiri dalam kehidupan berladangnya. Seperti misalnya ketika pembukaan hutan untuk berladang. Suku Sakai terikat oleh hukum adat mereka yang mengatur kehidupan berladang mereka. Dan mereka juga meyakini jika peraturan tersebut dilanggar, maka tanaman yang ditanam kelak akan dirusak oleh hama atau hewan liar yang ada di hutan.
Suku Sakai. Sumber: Riau24.com
Salah satu keyakinan yang masih melekat pada suku Sakai adalah keyakinan tentang Antu. Antu yang sejenis dengan hantu, menurut keyakinan mereka, adalah salah satu makhluk yang harus dihormati keberadaannya di hutan. Mereka meyakini bahwa hantu hidup secara bergerombol di tengah hutan di tempat yang belum terjamah oleh manusia. Walaupun banyak orang- orang dari suku Sakai yang sudah menganut kepercayaan mainstream seperti islam dan Kristen, keyakinan animisme ini masih diyakini dengan kuat. Seperti misalnya jika mereka gagal dalam bertani yang mereka yakini disebabkan oleh Antu yang mengganggu mereka karena mereka tidak mengikuti aturan adat.
Namun kini kehidupan suku Sakai sudah sangat terancam. Menjalani kehidupan yang bergantung seluruhnya dari alam menjadikan suku Sakai mulai tersingkirkan. Adanya anggapan bahwa suku Sakai hidup di daerah yang kaya akan minyak, pembukaan hutan didaerah pedalaman- pedalaman Riau pun banyak mengalami pembukaan lahan.  Banyak pohon- pohon besar yang ditebang dan hutan mengalami eksplorasi secara berlebihan sehingga kehidupan suku Sakai perlahan mulai tersingkir.
Dapat dikatakan bahwa suku Sakai adalah suku penjaga hutan. Hal ini mangacu kepada pola kehidupan suku Sakai yang selalu menjaga keberlangsungan ekosistem alam yang ada di hutan. Aturan adat yang mengikat mereka serta keyakinan mereka terhadap Antu menjadikan mereka tidak bisa melakukan sesuatu merusak alam. Tapi seiring berjalannya waktu, kepercayaan animisme yang diyakini suku Sakai dan masyarakat di Indonesia pada umumnya mulai hilang. Hal inipun mengakibatkan banyak pula keyakinan akan pantangan- pantangan atau keyakinan lain yang pernah ada juga mulai hilang dan mengakibatkan rasa khawatir karena lalai menjaga alampun mulai hilang.
Banyak yang mengatakan bahwa alasan dari terancam punahnya suku Sakai di Riau adalah karena pengetahuan mereka terhadap kemajuan sangat rendah sehingga dianggap remeh. Karena itulah mereka sering dianggap bukanlah sebuah halangan untuk orang- orang yang berfikir tentang kemajuan untuk mengeksplorasi alam. Walaupun sebenarnya suku Sakai adalah salah satu suku yang kebudayaannya menjadi salah satu penyumbang kebudayaan modern yang saat ini ada. Karena Suku Sakai yang ada dipedalaman hutan adalah suku yang mengajari kita untuk bersahabat dengan alam bukan untuk mengeksplorasi alam guna mencapai kepuasan sementara yang tidak kunjung ada batasnya.
Dari suku Sekai yang terancam punah inilah kita mendapatkan sedikit bukti bahwa pengerusakan alam di Indonesia tidak hanya mempengaruhi ekosistem flora dan fauna, tapi juga mempengaruhi kehidupan budaya dan tradisi masyarakat yang ada didalamnya. Dan jika tradisi dan budaya tersebut rusak atau bahkan hilang karena eksplorasi alam yang berlebihan, maka dapat dipastikan Indonesiapun akan kehilangan budaya dan tradisi yang pernah membentuknya dahulu. Dari suku Sekai yang kini terancam punah kita bisa belajar, masih perlukah eksplorasi alam secara berlebihan itu dilakukan?


Sayanusantara.blogspot.co.id


referensi: 
1. http://daerah.sindonews.com/read/1034283/174/7-suku-di-indonesia-yang-hampir-punah-keberadaannya-1439886042
2. http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/suku-sakai-hidup-harmonis-berdampingan-dengan-alam
3. https://edhoantro.wordpress.com/2014/04/14/suku-sakai-dalam-tujuh-unsur-kebudayaan/


<< Sebelumnya                      Selanjutnya >>

3 comments:

  1. Untuk memanfaatkan kekayaan alam,janganlah menggunakan bahan atau alat berbahaya namun menggunakan alat-alat sederhana agar tidak merusak alam seperti arit cangkul, dll

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, pak. Karena jika menggunakan alat- alat yang berbahaya semisal bahan kimia dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Rusaknya mikro sistem tentu akan sangat berpengaruh kepada kehidupan makro sistem yang ada..
      Terima kasih sudah berkomentar..

      Delete
  2. Dimana letak posisi suku ini? saya ingin kesana, mohon dinfokan ke email saya : endorsment101@gmail.com terimakasih

    ReplyDelete

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...