Reog Ponorogo, Simbol Bangsa Nusantara Tidak Boleh Tunduk Kepada Bangsa Lain

Seni Reog pada masa Ki Ageng Kutu merupakan sebuah kesenian yang ditujukan untuk menyindir pemerintahan dari kerajaan Majapahit..


Dari banyaknya kebudayaan asli Indonesia terdapat beberapa kebudayaan yang diakui oleh dunia sebagai warisan budaya dunia. Bahkan dari kekayaan budaya yang dimilikinya, banyak pula bangsa- bangsa diluar Indonesia yang mempelajari budaya Indonesia. Seperti misalnya ada beberapa universitas di negara luar yang menjadikan bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajarannya ataupun terdapat sebuah pelajaran bahasa Indonesia yang menarik banyak peminat pelajar diluar negeri untuk mempelajarinya. Namun ternyata dari banyaknya kekayaan budaya yang dimiliki, terkadang terdapat pula permasalahan dari adanya kebudayaan yang diakui oleh negara lain. Seperti misalnya yang pernah terjadi pada kebudayaan Reog Ponorogo beberapa tahun silam.
Reog Ponorogo. Foto: indonesiatravelguides.com
Reog Ponorogo adalah salah satu kebudayaan asli dari Jawa Timur yang berasal dari Ponorogo. Namun walaupun termasuk kebudayaan asli, Reog Ponorogo ini memiliki banyak versi sejarah tentang asal- usulnya sehingga sulit untuk menentukan yang mana yang benar. Tapi dari sekian banyaknya versi sejarah, terdapat satu versi sejarah yang paling terkenal dalam menceritakan asal- usul Reog Ponorogo. Versi cerita yang paling terkenal ini memiliki sangkut paut terhadap pemberontakan terhadap kerajaan Majapahit.
Abad ke- 15, pada masa Kertabhumi, kerajaan Majapahit memiliki abdi yang bernama Ki Ageng Kutu. Singkat cerita Ki Ageng Kutu murka terhadap raja Majapahit kala itu yang seakan- akan tidak punya kekuasaan ataupun kehormatan karena selalu tunduk terhadap isterinya yang berasal dari Tiongkok. Hal ini menjadikan Kertabhumi tidak memiliki wewenang penuh dalam memerintah ataupun mengambil kebijakan kerajaan karena ‘disetir’ oleh isterinya. Kebijakan dan kekuasaan yang berkurang ini menjadikan jalannya pemerintahan kerajaan menjadi tidak bejalan dengan baik dan menimbulkan banyak permasalahan baru. Seperti misalnya menjalarnya praktik korupsi ditubuh kerajaan. Dan karena permasalahan yang timbul inilah, Ki Ageng Kutu dapat memperkirakan bahwa kerajaan Majapahit akan berakhir tidak lama lagi.
Berdasarkan analisanya itu, Ki Ageng Kutu kemudian mengundurkan diri sebagai abdi kerajaan dan pergi untuk mulai mendirikan sebuah perguruan bela diri. Melalui peguruan bela diri inilah kemudian Ki Ageng Kutu merencanakan perlawanan terhadap Majapahit. Namun seiring waktu berjalan, rencana pemberontakan itu perlahan- lahan sirna karena fakta bahwa kerajaan Majapahit memiliki lebih banyak pasukan dibandingkan dengan pasukan yang dimiliki Ki Ageng Kutu. Tapi walaupun begitu rencana Ki Ageng Kutu tidak berkurang sedikitpun untuk melakukan perlawanan. Dan kali ini ide yang muncul adalah melalui sebuah pertunjukan seni Reog.
Seni Reog pada masa Ki Ageng Kutu merupakan sebuah kesenian yang ditujukan untuk menyindir pemerintahan dari kerajaan Majapahit. Semakin sering Reog di pertunjukan semakin banyak pula masyarakat yang menyukainya. Banyaknya perhatian dari masyarakat menjadikan langkah Ki Ageng Kutu untuk membangun perlawanan semakin besar.
Sindiran akan raja Kertabhumi, sangat menonjol pada pertunjukan Reog Ki Ageng Kutu. Kertabhumi di simbolkan sebagai sosok Singa Barong yang merupakan topeng berbentuk kepala singa yang berhias bulu- bulu merak. Kepala singa adalah simbol dari raja Majapahit yang merupakan kerajaan yang kuat saat itu sedangkan bulu- bulu merak adalah simbol dari pengaruh kuat dari bangsa Tiongkok yang selalu mengontrol setiap pergerakan dai kerajaan Majapahit seperti bulu- bulu merak yang selalu dapat melihat apa yang dilihat oleh kepala singa.
Selain disimbolkan dengan Singa Barong, armada perang Majapahit juga tidak lekang dari sindiran Ki Ageng Kutu sehingga dibuatlah tari Jatilan. Jatilan adalah tarian yang dilakukan oleh penari Gemblak yang menunggangi kuda- kudaan sebagai simbol kekuatan pasukan Majapahit. Gambaran Jatilan sangat kontras dengan gambaran Warok yang merupakan pasukan dari Ki Ageng Kutu. 
Kepopuleran Reog ternyata juga mampu menarik perhatian dari Kertabhumi sehingga akhirnya Kertabhumi menyadari sindiran yang di pertunjukan oleh Ki Ageng Kutu. Kertabhumi yang murka akhirnya menyerang perguruan Ki Ageng Kutu dan melarangnya untuk melanjutkan pengajaran tentang Warok. Namun walaupun sudah mendapatkan refresif dari kerajaan, murid- murid dari Ki Ageng Kutu tetap mempertunjukan Reog secara diam- diam hingga akhirnya, karena kepopuleran Reog, pertunjukan Reog kembali dipertunjukan kepada umum walau jalan ceritanya memiliki alur baru. Alur baru ini termasuk ditambahkannya karakter- karakter baru yang diambil dari cerita rakyat Ponorogo. Yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit dan Sri Genthayu. Itulah kemudian pertunjukan Reog dikenal dengan nama Reog Ponorogo. Dan jika ditarik garis waktu, kahadiran Ki Ageng Kutu sebagai pencetus ide Reog ini terpaut sangat dekat dengan sosok Sabdapalon Nayagenggong yang juga termasuk tokoh kontoversional dalam kerajaan Majapahit.


Reog Ponorogo pernah menjadi kontroversional karena sempat muncul di web resmi milik Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Pasalnya Reog yang ditampilkan pada web tersebut ditarikan di Malaysia dengan nama Malaysia tertulis di topeng Singa Barong. Hanya saja di Malaysia saat itu kesenian ini dikenal bukan dengan nama Reog Ponorogo, melainkan dikenal dengan nama Tari Barongan. Permasalahan ini juga semakin meruncing ketika pemerintah Malaysia mengakui bahwa Tari Barong tersebut adalah warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Sontak hal inipun membuat banyak kalangan seniman Reog Ponorogo dan masyarakat umum di Indonesia memprotes dan mengkritisi pernyataan tersebut.
Reog Ponorogo. Foto: pewartanusantara.com
Berbagai macam bukti dicari guna memperkuat argumentasi bahwa Reog Ponorogo atau Tari Barong berasal dari Indonesia. Seperti pernyataan hak cipta kesenian Reog yang telah dicatat dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Selain itu ditemukan pula informasi lain bahwa Dadak Merak yang terlihat di situs web resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo. Karena itulah ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi didepan kedutaan Malaysia di Jakarta.
Dan barulah pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia kala itu, Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain, menyatakan bahwa pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai kebudayaan asli dari negara itu. Reog yang disebut sebagai Barongan di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor karena dibawa oleh orang Jawa yang merantau ke Malaysia sebelum pembentukan negara Indonesia. Hal ini menjadikan imigran tersebut tidak termasuk sebagai warga negara Indonesia.
Reog Ponorogo merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga bahwa segalanya sangat mungkin terjadi. Baik itu kehilangan, pengambil alihan, ataupun pelestarian. Semuanya dapat sangat mungkin terjadi dan hanya tergantung kemana arah fokus kita terhadap kekayaan budaya yang ada di Indonesia. Karena Indonesia adalah negara yang sangat kaya dibanding negara- negara lainnya dan tidak dapat dipungkiri pula jika banyak negara- negara yang menginginkan kekayaan- kekayaan yang ada di Indonesia.
Kepedulian adalah kunci dari kelestarian. Baik itu kepedulian terhadap alam sekitar, tradisi, budaya, ataupun sesama manusia. Karena hanya dengan kepedulian sajalah kita dapat menunjukan bahwa kita, sebagai sesama warga negara Indonesia, saling menyayangi dan melindungi sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat digoyahkan. Karena jika kepedulian itu hilang, maka kasih yang banyak pun akan berubah menjadi kasih yang dingin sehingga tidak akan ada lagi kepercayaan, kecintaan, tolong menolong, bahkan kasih sayang itu sendiri.
Kepedulian adalah segalanya seperti yang dipikirkan oleh Ki Ageng Kutu yang sangat peduli akan kelangsungan kehidupan dari kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menyadari bahwa Majapahit tidak akan bisa bertahan lama jika berada di bawah kendali bangsa lain. Karena ketika sebuah pemerintahan di kendalikan oleh kekuasaan lain, yang akan terjadi adalah kekacauan yang berujung kepada kehancuran. Dari kepedulian Ki Ageng Kutu itulah kemudian lahir kesenian Reog yang melambangkan bahwa bangsa Nusantara haruslah berdiri sendiri dan tanpa dibawah kendali siapapun atau bangsa manapun. Inilah yang harus mampu menjadi inspirasi bagi generasi muda bangsa Indonesia agar tetap bisa mempertahankan kemerdekaan Indonesia sehingga Indonesia tetap kuat dan tidak mudah tergoyangkan walau diterpa badai disegala sisi kehidupannya. Indonesia tergantung kita. Karena Ini Nusantara Kita.


Sayanusantara



Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Reog_%28Ponorogo%29


<< Sebelumnya                  Selanjutnya >>

1 comment:

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...